MARI MENJADI PEMENANG SEJATI
Setiap orang pasti senang ketika mendapat
tanggapan dan penghargaan atas dirinya. Bagaimana tidak, tanggapan yang positif
itu akan diam-diam menjadi asupan energi
yang baru bagi tubuh seseorang. Sehingga boleh jadi hal tersebut menjadi
motivasi untuk dapat lebih baik lagi. Dahsyatnya ungkapan positif ini sebagian
beranggapan karena ungkapan tersebut adalah doa yang baik. Lalu bagaimana
dengan ungkapan yang negatif?
Siapa yang senang ketika mendapatkan
hardikkan, celaan, hinaan, atau setiap perbuatan yang tidak baik? Pastikan
orang tersebut telah kehilangan kepekaan rasanya. Maksudnya, secara umum setiap
orang tentu tidak senang jika mendapatkan hal demikian. Barangkali salah satu
alasannya adalah karena ungkapan tersebut tidak lain merupakan perusak,
destroyer. Karena setiap orang membutuhkan pengakuan akan eksistensi, memerlukan
penghargaan dan penilaian yang baik,
sehingga terjalinlah hidup yang harmonis. Sebuah pepatah mengatakan: “A Pen is
truly mightier than the sword!” yang berarti “sebuah pena (kata-kata)
lebih tajam daripada pedang!”. Karena itu, melihat betapa dahsyatnya pengaruh
kata-kata, tidaklah salah islam mengajarkan penganutnya untuk senantiasa
menjaga lisannya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan
mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar”. Selain itu diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475
dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74, hadits dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”.
Namun demikian, yang paling utama adalah tidak
menjadi pelaku dan tidak menjadi korban. Artinya tidak melakukannya karena tahu itu merupakan
perbuatan yang tidak baik sebagai orang yang beriman. Kemudian yang kedua,
artinya adalah ketika memang menjadi sasaran pelakunya maka jangan menjadi yang
teraniaya dan lemah. Tidak menjadikan putus asa dan harapan, men-judge diri
seperti yang telah dihinakan, atau juga membuat kehilangan iman. Iyadzan
billah. Karena manusia bukanlah pohon solomon, yang konon begitu diteriaki
40 hari menjadi lemah dan mati. Melainkan posisikan diri dalam menyikapinya
dengan positif, seperti memutar haluan. Cercaan, derai siksa, atau teriakan dan
hinaan, jadikanlah sebagai makanan untuk membuat diri lebih berkembang. Maka
jika pohon solomon diteriaki menjadi mati, maka manusia diteriaki harus semakin
kuat dan kokoh berdiri.
Jadi pada intinya hal terpenting ialah memposisikan
diri sebagai pelaku positif. Apapun yang terjadi, tetap berpegang teguh pada
prinsip sebagai pemberi dan pelaku positif. Memberi dengan baik, merespon
dengan baik. Karena pada akhirnya setelah dapat konsisten menekuni peran yang
positif, maka apa yang diakibatkannya pun besar kemungkinan menjadi positif. Dan
setelah itu bersiaplah dikategorikan sebagai pemenang sejati!
Referensi tambahan:
1. menjaga lisan - al-manhaj
2. Daily mailer, A.A
^(Tulisan ini diterbitkan di forum komunitas AKSARA UPI Kampus Tasikmalaya) ^
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat.