Hujan: Basahi Bumi, Basahi Hati
Ati Nurrohmah, Mahasiswi UPI Kampus Tasikmalaya
Akhir-akhir ini hujan sering sekali turun, mendamaikan suasana yang biasanya keruh karena debu-debu yang berterbangan, polusi di sana sini, ditambah dengan hembusan panas tiap harinya. Alhamdulillah. Saking sering menyaksikannya kita mungkin memandang hujan dengan biasa, dan kita juga mungkin lupa untuk mentadaburinya. Sikap yang ada malah acuh, sekadar menengok ke jendela memastikan apakah perlu melanjutkan perjalanan (pekerjaan), atau menundanya dan berdiam/berselimut/menghangatkan diri, ketimbang memanjatkan doa: Allohumma shoyyiban naafi’an (HR. Bukhari no. 1032).
Pada saat turun hujan ada keberkahan yang amat disayang jika dilewatkan. Keberkahan tersebut yaitu pada saat hujan merupakan waktu berdoa yang mustajab. Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya:
”carilah ijabah doa ketika (hendak) bertemunya pasukan, saat (akan) didirikannya shalat dan saat turunnya hujan.”
(Hadist diriwayatkan Imam syafi’I dalam al Umm dan dinyatakan hasan okeh Al-Albani). Subhanalloh wal hamdulillah, betapa indahnya perintah ini. Ketika hujan dan berada diperjalanan, tentu kita berhenti sejenak mencari tempat yang kering untuk menghangatkan diri atau menyelamatkan diri dari kemungkinan bahaya, maka perintah ini tentu saja tidak akan membebankan justru sangat membantu urusan kita. Di samping menunggu hujan reda kita masih dapat memperbanyak perbuatan baik, lewat banyak berdoa yang telah dijanjikan ijabahnya. Dengan begitu, jelas sangat disayangkan jika amalan berdoa dan bersyukur ketika turun hujan ini tidak dapat dilaksanakan padahal ia teramat ringan sementara imbalannya luar biasa.
Adapun turunnya hujan itu memiliki dua kemungkinan, yakni mendatangkan manfaat atau madharat. Pada surah Al Baqarah ayat 22, Allah menjelaskan bahwasanya Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan hujan tersebut dihasilkanlah segala buah-buahan sebagai rejeki untuk manusia. Ini adalah salah satu karunia Allah, kasihsayangNya yang tak terhingga kepada kita. Sementara pada surah Al Ahqaf ayat 24-25 Allah mengisahkan tentang kaum ‘Aad yang mendapat azab melalui awan (yang mereka kira akan menurunkan hujan) disebabkan kekufurannya kepada Allah. Na’udzubillahi mindzalik.
Apakah yang Allah kehendaki atas turunnya hujan akhir-akhir ini, menumbuhsuburkan tanaman di pekarangan kita? Atau apakah turunnya hujan ini akan menjadi bencana bagi kita? Sebaiknya mari kita berbaik sangka dan segera memohon ampunan dan rahmatNya. Sungguh Dialah satu-satunya Dzat Yang Maha Mencintai. Mari kita simak kembali firman Allah dalam QS. Al A’raf ayat57 yang artinya sebagai berikut:
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati. Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”
Dari ayat tersebut, jelas sekali bahwa Allah hendak mengingatkan kita akan hari kebangkitan, yakni akan adanya hari kehidupan setelah kematian. Kehidupan setelah kematian adalah ketika kita menuai pahala atas apa yang telah dikerjakan di dunia. Alhasil ketika hujan mengingatkan kita akan akhirat, maka selanjutnya yang diharapkan adalah sikap bersegera dalam beramal untuk mempersiapkan bekal menempuh perjalanan panjang setelah kematian. Agar ketika hari itu tiba kita dapat memetik buah terbaik yang manis lagi segar yang akan menuntun kita ke tempat pengembalian terindah.
Hujan dan Payung, terkadang memberi inspirasi :) Me |
Allah telah menyimpan begitu banyak hikmah dalam setiap penciptaannya, tidak ada satu pun yang terkecualikan, dan tidak ada sia-sia. Begitupun, Rasulullah sebagai pembawa risalah telah menyampaikan apa yang seharusnya beliau sampaikan, tidak ada yang ia sembunyikan. Sehingga sekarang, urusan kita adalah berpikir untuk mengambil pelajarannya. Wa maa yadzdzakkaru illa ulul albaab (QS. Ali Imran: 7). Semoga kita tidak lagi lengah untuk memetik hikmah dari turunnya hujan, yakni dengan bertafakur akan kehidupan akhirat, bersyukur, dan berfikir. Sehingga hujan tak sekadar membasahi isi bumi, tapi juga membasahi hati kita. Amiin.
*diterbitkan dalam Buletin Mesjid Agung, Oktober 2014
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat.