KETIKA KEBINGUNGAN TERMANJAKAN


Mari kita tengok sejenak pemandangan sosial kita hari ini. Tak jarang kita temukan berapa banyak orang yang nongkrong di pinggir jalan, atau berapa banyak tempat yang siap menerima dijadikan tempat untuk menongkrong: duduk santai mengawasi sekitar, atau sekadar ngobrol, makan, dan minum. Kita sadari juga mungkin kita pun sering memanfaatkan jasa tempat nongkrong tersebut, terutama ketika habis perjalanan dan merasa perlu beristirahat. 
Tapi mari kita lihat tongkrongan ini dari kacamata yang lain. Betapa kita banyak terlupa bahwa tempat-tempat ini telah memanjakan dan memenjarakan kita dalam kebingungan. Sudut pandang ini pertama saya simak dari seorang dosen saat beliau menyampaikan materi perkuliahan. 


Bingung adalah suatu keadaan ditandai dengan ketidakjelasan, ketidaktahuan, atau kekacauan hati atau pikiran. Adapun manja dapat diidentifikasi dengan salah satu tandanya yaitu ketika kehendak (kemauan) dituruti. Sehingga pengertian bingung yang termanjakan adalah ketika keadaan bingung itu datang lantas ia dibiarkan saja menggerogoti setiap jengkal modal dari hidup ini, seperti waktu, tenaga, atau harta. Ia dibiarkan untuk berbuat seenaknya terhadap diri kita. 
Misalnya, suasana hati kita sedang carut marut, sehingga setiap bertemu dengan orang, kita tampakkan wajah cemberut. Padahal ini jelas akan merusak hubungan sosial kita dengan sesama. Atau ketika pikiran tak karuan, ketidakjelasan dalam mengisi waktu luang, dan berakhirlah di tongkrongan. Habiskan waktu, habiskan tenaga, habiskan harta, tanpa akhirnya membuat bingung itu sendiri hilang. Ya, yang ada kebingungan itu membuat banyak hal yang hilang dari kita. 


Selanjutnya, jika kita asumsikan setiap orang yang dalam kebingungan atau kegalauan ini pergi ke tempat nongkrong, maka betapa tempat tersebut telah membuat kebingungan tersebut menetap “betah bertahan” sedangkan mereka terlena dan terlupa. Lelap dalam khilafnya. Miris, alih-alih kebingungannya hilang malah modal yang tersisa ikut hilang dan bertambahlah kebingungan. Iyadzan billah. Maka, alangkah akan lebih bijak jika kebingungan itu ditegur: kenapa saya bingung? Kenapa bisa jadi bingung? Sebutlah ini dengan bermuhasabah, mengintrospeksi diri. Dengan begitu jalan keluar insya alloh akan lebih mudah tanpa membuat banyak yang hilang lagi. 


Satu lagi untuk menutup tulisan ini, mari kita biasakan untuk hanya meminta pertolongan kepada Allah SWT, yakini bahwa hanya dan hanya Allah saja yang dapat menghilangkan kebingungan yang melanda kita. Yaitu dengan mengamalkan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, berikut ini: 


أللهم اءنّى أ عوذبك من الهمّ والحزن وأعوذبك من العجز والكسل وأعوذبك منالجبن والبخل وأعوذبك من غلبت الدين وقهر الرجال
Allohumma innii a’udzubika minal hammi wal hazan, wa a’udzubika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uzubika minal jubni wal bukhli, wa a’udzubika min ghalabatid-daini waqahri rijal. 
 “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari pada keluhkesah dan duka cita, aku berlindung kepada-Mu dari lemah kemauan dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari tekanan hutang dan kedzaliman manusia. 

Akhirnya, mudah-mudahan Allah Yang Maha Pengasih memberikan pertolongannya kepada orang yang hanya meminta pertolongan kepadaNya. Allohumma ajib du’ana, amiin. Wallahu a’lamu.


*diterbitkan dalam buletin Mesjid Agung Kota Tasikmalaya, November 2014

Komentar