Menjadi MC di Acara Perpisahan Anak TK
Bismillahirrohmanirrohim
Hari Kamis tanggal 20 Juni 2024, anakku Ginanjar resmi telah menyelesaikan masa belajar di taman kanak-kanaknya selama tiga tahun. Ini adalah hari perpisahannya dan aku bertugas menjadi pembawa acara. Oh tadinya sungguh aku tidak lagi ingin menjadi pembawa acara di acara akhir tahun ajaran ini. Aku ngin sekali duduk santai di kursi dan melihat anakku di panggung sana. Berrepot menjadi pembawa acara tentu saja berresiko aku harus meninggalkan anakku satu lagi, Hanifah. Hahaha, baiklah tidak mengapa, ini mungkin yang terakhir.
Peranku di TK ini adalah sebagai orang tua murid ya, bukan sebagai guru tk. Karena jumlah guru di tk ini hanya empat orang dan satu kepala sekolah, mungkin mereka kewalahan. Di samping menyiapkan anak-anak, menjamu tamu undangan, juga memastikan hal lainnya, tentu mereka butuh dan harus dibantu, sekedar membacakan runtutan acaranya? 😁
Oke mari lanjutkan, inilah apa yang ingin aku tulis tentang bagaimana aku menjalankan peranku saat menjadi MC.
Hal yang paling aku sukai adalah aku kembali memegang mic, aha! Dulu jauh sekali, ya hampir 20 tahun lalu memulai menyukai benda ini. Terhenti sejak memutuskan berhenti dan menjadi ibu rumah tangga saja, yang kapan terakhir memegang mic? Mungkin tahun lalu pas jd MC acara yang sama. Haha. Keberanian dan kecerewetan masa lalu itu ternyata berguna juga untuk hari ini. Aku juga hafal betul kalimat pembuka atau muqaddimah karena dulu sering dilatih saat menjadi santriwati di sebuah pesantren. Benar, ternyata berguna juga menghafalnya.
Ada satu hal yang membuatku sebal, yaitu adalah ketika audiens tidak begitu fokus pada acara, aku jadi seperti sedang bercuap tanpa fungsi dan sendiri. Heh! Mengajak bertepuk tangan aja gak digubris, gimana soal menyimak sambutan. Saat itu terjadi aku sungguh ingin sekali memohon diberi pasangan. Ya. sepertinya akan lebih baik jika ada teman ber mc, jangan seorang diri! Atau harusnya aku membuat doorprize buat yang berhasil menyimak acara. Siapa sih yang gak suka diberi hadiah?
Aku juga merasa pilu. Saat acara berlangsung, rupanya anakku masih belum begitu sehat. Dia tertunduk lesu, pucat, tentu membuatku jadi kurang semangat dan sering khawatir. Ini menyebabkan aku bolak balik menyimak acara juga menghampiri anakku. Mau gimana lagi, dia anakku. Tapi tdak sampai sini saja, bukan aku saja yang pilu.
Anakku diberi tugas untuk membaca puisi untuk guru. Beberapa kali kami berlatih di rumah, tentu saja dia sudah cukup hafal dengan tiap baris puisinya. Tapi, ketika gilirannya tampil, dengan kondisinya yang nasih sakit, guru-gurunya membolehkan membacakan puisinya sambil duduk di mana pun, memintanya memberikan penampilannya, dia menolak. Piuh, di bagian ini bahkan aku jangankan jika hanya karena jadi mc, jadi ibunya pun tetap tidak bisa mengurungkan ketidakinginannya. Sulit membujuknya. Lebih disayangkannya lagi, ternyata tidak ada yang bisa menggantikannya membaca. Maka demi melihat ada acara yang terbatalkan begini, aku harap ke depannya selalu ada cadangan untuk setiap rencana. Maksudku, sebisa mungkin jangan ada pemain tunggal. Termasuk untuk peran pembawa acara, ya.
Lagi, menjadi MC ya harusnya fit, ceria, bisa mengondisikan suasana hati, karena dia harus aktif menyapa (mengendalikan) audiens dan cekatan ketika harus mengisi setiap kekosongan - kebosanan di panggung. Seperti ketika pergantian tampilan dan saat itu anak-anak yang bertugas tampil ternyata berhamburan, oh tidak! Aku coba membuka percakapan ringan dengan anak-anak yang sudah siap di panggung. Tanya nama lengkapnya, kehadiran keluarganya, mau ngapain di panggung, suasana hatinya, mau melanjutkan sekolah di mana.
Tapi, lain lagi ketika aku juga dihadapkan dengan anak yang terlalu aktif, alias susah diatur, oh tidak! Melihatnya ingin terus di panggung dan melakukan apapun seenaknya saja, membuatku ber-aduh! Dan ibunya tidak peduli. Tentu saja ini kemudian jadi tugas MC, maka kuberi dia mic dan memohon untuk memanggil ibunya datang. Namun ini tidak berguna, karena sang ibu sedang mengantre makan. Baiklah, aku menyerah, biar guru saja yang turun tangan.
Rangkaian acara perpisahan di TK memang dibawa santai, tidak dibuat tegang. Why? Karena ada anak-anak kecil juga yang menjadi bagian dari acara, sehingga setiap selesai satu sambutan disambut dengan acara anak-anak. Pemberi sambutan juga diharapkan tidak begitu banyak, oh terkecuali isi sambutannya menarik perhatian semuanya. Lain cerita jika sambutan terlalu panjang dan isinya berputar-putar, lagi lagi mc yang "ditugaskan", ehem. Aku akhirnya merasa, oh sulit juga menjadi pendengar yang sukarela. 😁
Agar menjadi mc tidak membuatmu sakit kaki seperti yang terjadi padaku, sebaiknya gunakanlah sepatu yang empuk dan nyaman. Atau kamu tetaplah tinggal di tempat dudukmu? Tapi itu tidak seru. Mic yang aku gunakan di acara ini adalah mic wireless yang bagus banget dibawa keliling hingga 8 -10 meter, sayang kan kalau hanya berdiri satu meter dari panggung? 😁
Sekian ceritaku. Kapan ya jadi MC lagi? mungkin ketika Hanifah masuk lagi ke TK? Tapi aku harap aku bisa merasakan duduk tenang menyaksikan penampilan siapapun di panggung sambil menikmati snack dan makan dengan nyaman. 😎
Widiiiih keren kakak nyaa, proud of you 😁 melakukan satu hal sendiri itu merasa ada yang kurang hehee
BalasHapus