BELUM?

BELUM
Seperrti biasanya, matahari tetap disiplin memacarkan cahyanya melukis pantulan-pantulan indah berwarna-warni. Dingin, Hijau muda, embun dan semerbak harum merebak, menyegarkan. Sebuah pengkolaborasian yang sangat sempurna. Desa ini memang selalu indah. Pemukiman yang damai dan ramai dengan kelincahan ank-anak kecil. Memang biasanya anak kecil selalu lucu, menggemaskan. Seperti Reni, kemarin dan kemarinnya lagi dan seterusnya.
***
“ Bunda maafin Raka ya.. Semua ini gara-gara Raka. Raka ceroboh dan lengah. Sungguh Raka minta maaf Bunda..” Raka tiba-tiba memecahkan kevakuman di ruang persegi bercat biru, dengan bau khasnya yang menyengaat. Menatap Bundanya yang sedang khusyuk mengelus dahi adiknya.
“ Tidak Raka, Raka tidak bersalah. Dan tiada pula yang patut disalahkan. Bukankah kita semua telah mengetahuinya. Hanya Reni, belum tahu...” Jawab Bunda dengan nada lembutnya menenangkan putra sulungnya.
Raka hanya menunduk. Dan suasana kembali hening. Bukan. Bukan hening tak berarti. Melainkan, keheningan yang menjadi gumpalan do’a yang terus naik memenuhi atap ruangan, doa dan pengharapan yang tulus.
Detik demi detik menggabung menjadi menit, dan menyatu menjadi hitungan jam. Tapi objek perhatian, yang tengah berbaring, tetap mengnunci rapat mulutnya, merapatkan sulaman bulu matanya.Lebih tepatnya terkunci ding!! Hanya ada satu yang bolehmenjadi alasan harapan bunda dan Raka, sungging sepanjang dua senti di kirir kana bibir Reni, selalu terlukis manis sekali.
***
“ Bun, Raka pamit ya, mau mancing dengan teman..”
“ Emm, iya, asal kaka hati-hati, jangan pulang kesorean!”
Berhasill.Raka bergegas meninggalkan bundanya, untuk mencari kail dan umpan. Eh,ada yang keluar dari tempat persembunyiannya. Ih, menguping. Reni tiba-tiba muncul. Menampakkan diri, ding.
“Kaka mau mancing kemana?”
“ Emm..” [Ketangkap basah deh.]
“ Adik ikut ya ka??”
“ Tapi adik masih kecil, belum boleh maen ke sungai”
Reni kecewa dan langsung menghadap ibunya berharap mendapat ijinnya.
“ Bun, adik ikut mancing ama kaka ya??”
[diam]
‘”Ayolah Bun, adik ga bakalan nakal ko..” Reni mulai mengeluarkan jurusnya. Menggoda.
“ Adik, adik masih kecil. Masih berbahaya kalau maen ke sungai. Lagian kasihan kaka masih belum cukup kuat untuk menjaga adik” Jelas bunda, berusahameyakinkan putri nya.
Reni diam dan menatap llirih kepada kakaknya dan diam-diam mengirimkan sebuah pesan, seakan-akan berkata “ kaka, Reni pengen ikut..” Dan ajaibnya, kontak batin diantaraa keduanya sangat kuat, sehingga Raka langsung menangkap pesan tersirat di mata adiknya.
“ Eh, Bun, ijinin adik ikut aja ya, biar kaka yang jagain insya alloh akan baik-baik saja ko, Bun...Lagian temen-temen juga pasti seneng sekali ada Reni disana..”
[ Kaget ]
“ Apa? Kaka yakin bisa menjaga adik di sungai?”
“ Emm, insya alloh Bun..”
“ Hmm.. Baiklah. Bunda percayakan adik ke kaka. Tapi ingat adik jangan nakal, jangan sampe kaka kewalahan!!”
[ Nyengir]
“ Iya Bunda, siap!!”
Girangnya bukan kepalang. Reni berhasil, 2-0. Keduanya langsung bergegas. Raka mengayuh sepeda dengan santai. Reni asyik saja sepanjang perjalanan membuatkan hiburan untuk kakanya.
“ Naik.. Naik ke puncak gunung.... eh,, eh,, ngga naik gunung ding... emm.. gmanaa yaa??”
Dasar baru masuk taman kanak-kanak 3 bulan, itu aja yang bisa dinyanyikannya. Raka taka kuat menahan gelinya. Ia selalu sadar kalau adiknya memang selalu menggemaskan.
“ Coba adik ganti liriknya, dengan kenyataan sekarang..!!”
“ oh, iya.. Naik.. naik sepeda kaka, pergi untuk memancing...”
Serempak keduanya langsung tertawa. Dan akhirnya, perjalanan berujung juga. Teman-teman Raka, mungkin sudah datang beberapa menit yang lalu. Firman, Angga, Aldi dan Reza. Mereka nampaknya senang sekali melihat Raka sudah datang. Lebih tepatnya, melihat Reni yang imut-imut dengan senyuman khasnya.
“ eh ada dik Reni, apa kabar?”
Yang jadi objek malah nyengir, nongolin gigi depannya yang masih mungil-mungil, bikin semua tertawa. Dan siapa saja pasti hendak tertawa gemas kalu melihat langsung tingkahnya.
“Ayo, kita ambil posisi masing-masing” Firman memimpin pasukan. Dan langsung disetujui oleh anggotanya. Sampai semua mendapatkan tempat yang comportable, Firman kembali mengambil komando.
“ Pertandingan akan segera dimulai. Siaaap.. Sediaa... Mulaiiii...!!!”
Semua melemparkan umpan dari kailnya dan suasana menjadi hening. Perhatian terpusat ke ujung kail. Hei, Reni mulai jengkel. Tak ada yang bisa ia lakukan kecuali menyaksikan orang-rang yang riang dengan pancingnya. Lha, dia tadi lupa ga bawa alat pancing. Lha..Emang dia tahu bagaimana cara mancing? dia ikut mancingnya juga karena bete di rumah, pingin nempel trus ama kaka.. Matanya mulai melongok kesana kemari. Berputar. Membaca gerak tip orang. Emang bisa ke baca gitu? Haha, maksudnya m mastiin ada yang merhatiin dia ga??
“ Ehemm.. Kaka, sungai ini dalem ngga?”
“ Kayaknya dalem deh de..” Jawab Raka singkat, tanpa memperhatikan subjek penanya.
“ Lha, ko kayaknyaa sih ka..?” Tanya reni belum puas
“ Emm... Kaka kan belum pernah mandi disungai, dik..hehe” Sekalli lagi Raka menjawab tanpa memperhatikan sesuatu di mata Reni.
“ Apa ikan disini banyak , ka?”
“ Nggak tau juga,dik. Entar adik liat saja kaka dapetnya banyak ga..”
Ah, ini dia masalahnya. Sebuah proyek untuk Reni.
“ Hei, aku udah dapat nih, weey ikan gurame..” Seru Aldi dengan riang.
“ M.. itu ikanmya masih kecil belum cukup lezat buat dipanggang” ejek Reza yang baru saja kehilangan umpannya.
“ Huu.. Kamu ngiri yuaa...” Aldi nyengir.
“ Ahai, aku juga dapet ni... yaah ikan mujair..” Firman menyambung pembicaraan, dengan nada mengeluh.
“ Ehemm..Alhamdulillah yah, teman-teman aku udah dapet ganti umpannya..” Raka merespon keluhan Firman.
“ hehe.. iya juga ya” Firman tersipu.
Sejenak susana kembali membeku.
“ Oallaa... Umpanku jangan –jangan ga bakal dapat ganti nih. Nyebelin banget sih ikan-ikan disini.. HUH!!” Angga yang sedari tadi diam tak berkutik, kini menunjukkan problemnya. Otomatis semua tertawa melihat gelagatnya.
Liburan yang menyenangkan bagi mereka yang memancing. Hei, ada yang terlupakan,Reni? Kemana?
***
“ Pluk.. Pluk.. Pluk..” Beberapa batu kerikil berjatuhan bersamaan dengan diturunkannya tongkat.
“ Waah.. kok tongkatnya tenggelam semua..?”
“ Gak mungkin deh kalau sungai ini dalam... Tuh kan, Reni bisa liat dasarnya dengan jelas..”
“ emm... Reni celupin deh kaki kiri Reni”
Reni belum menemukan sebuah fakta .
“ eh.. ko ada ikan,, satu.. dua.. tiga.. eh banyak.. Lucunyaa...”
Reni tertawa sendiri. Geli. Kaki kirinya disambut meriah oleh ikan-ikan kecil yang diasa mangkal dipermukaan air. Kemudian untuk menambah kepuasannya, Reni memasukkan kaki kanannya dan duduk manis dipinggirsungai, beralaskan rumput-rumput hijau. Menikmati dinginnya air sungai dan keindahan alami yang belum pernah ia rasakan.
Pertanyaan itu tetap berputar di memorynya.
“ Ahhaa.. Reni buktiin aja sendiri ya..”
Reni dengan sejuta penasarannya dan sejuta keberanian yang belum tercampuri rasa takut, mulai bersiap-siap mencari pegangan. Rumput yang kuat dan tongkat. Satu kaki diturunkan, pegangan mulai dieratkan.
“ Brrrr...” Makin dalam, sungai semakin dingin. Semua tubuh Reni hampir tenggelam. Tapi ujung kakinya sama sekali belum mencapai dasar sungai. Walah, Reni mulai bingung. Ia memasukkan kepalanya kedalam air, memastikan dasar sungai sudah dekat. Sayang, kenyataannya tidak. Perih.
“ Adu Reni sesak ni.. Bunda tolong…”
“ Bun.. da..”
“ Huf..ft…”
“ Kaka…”
Reni mulai lemah tak berdaya. Sudah banyak air ia telan. TERTELAN ding!!. Lama berada di air membuat Reni tak berasa. Namun ia terus berusaha, menengadah ke langit, dilihatnya burung- burung terbang berputar diatas kepalanya. Dan tak lama setelah itu, arus membawanya terhanyut bak selimut yang mengantarnya terhanyut dalam tidur di kasur di kamarnya.
***
Raka kehilangan umpan lagi. Sudah yang ke... Entahlah! Umpan yang tersisa tinggal tiga potongan tubuh cacing. Begitupun yang lainnya, sudah terkena krisis umpan. Padahal ia baru saja mendapatkan 2 ekor gurame, 1 ekor emas, dan dua ekor mujair, itupun hanya berukuran sedang, empat jari. Ia tak seberuntug Aldi dengan lele jumbonya, atau Lukman dengan dua ekor ikan emasnya yang gede. Seketika Raka menyadari sesuatu. Tidak! Bukan ikan yang terlepas. Reni??
“ Reni...!! “ Raka tiba-tiba berteriak, membuat teman-teman yang lainnya terperanjat dari duduk dan lamunannya.
“ Astagfirullohal’adzim..!!”
“ Kemana Reni, Ka?”
“ Masya Alloh... Aku kehilangan dia.. dimana?”
“ Bukannya tadi dia disampingmu, ka?”
“ Yah, dan aku kehilangan memperhatikannya, sejak dua jam yang lalu”
[ Pilu ]
“ Sudahlah, kita harus cepat bergerak. Sekarang kiiita bereskan peralatan dan segera melakukan pencarian” Firman memimpin kembali. Dan disertai anggukan setuju teman-temannya.
“ Reni.. Reni...!!” Disepanjang sungai yang dilalluinya, Raka terus berteriak memanggil adik kesayangannya yang baru berusia tiga tahunan. Begitu hawatirnya, membuat teman-temannya ikut mencemaskannya.
“ Hem.. bagaimana kalau kita berpencar saja teman-teman?” Aldi mencurahkan pemikirannya yang cukup briliant.
“ Ide cerdas, Aldi. Terimakasih. Teman-teman, kita berpencar. Aku dan Angga ke hulu sungai, dan Firman, Aldi dan Reza, mengikuti arus sungai. Bagamana?” Raka mulai berfikir tenang. Teman-temannya menerima baik usulannya. Dan segera berpencar sesuai tugasnya.
***
“ Ka, apa Reni sebelumnya mengatakan sesuatu?”
“ Tidak. Hanya saja dia pernah bertanya , sekali mengenai kedalaman sungai dan sekali lagi banyak tidaknya ikan di sungai” Jelas Raka, mengingat-ingat.
“ Apa kamu menjawabnya?”
“ Iya, hanya sayang, aku lupa tak memperhatikan matanya”
“ Ada apa dimatanya?”
“ Aku bisa memastikan apa dia benar-benar ingin mengetahui jawaban itu atau tidak.. Dia adikku, yang selalu ingin tahu, kebenaran..dan selalu merasa belum puas..”
“ Baiklah, Semoga adikmu bisa segera kita temukan sebelum siang dan arus membesar “
“ Apa? Jadi sungai ini suka pasang?”
“Begitulah..”
“ Ya Alloh, tolong selamatkan adikku..”
***
Terkadang apa yang disepelekan, adalah sesuatu yang terbaik dan atau pula sesuatu yang berharga untuk hidup dan keselamatan. Rumput dan tongkat, bukan hanya sesuatu, tanpa memiliki peran.
“ Hei.. Lihat coba, apa itu?”
“ Tongkat... Dan... Apa itu..?”
“ Yuk kitaa check!!”
“ Masya alloh, Reni...!!”
“ Ayo kita harus cepat bergerak. . Aldi, kamu tolong pegang erat tongkatnya, Za kamu pegangin tangan aku!”
Firman bergegas turun. Menyusul tubuh Reni dan mengangkatnya. Dan
“ Owh.. Tongkatnya! Tangannya!! Hati-hati,Al...”
Aldi lalu bersegera mengambil tongkat yang terjerat rerumputan semacam jerami, dan membantu mengangkat tangan Reni yang terjepit. Berdarah.
***
Raka semakin gusar. Ia tak juga menemukan adiknya. Angga pun ikut bersimpati. Dan disaat ia menipiskan harapannya, Alloh segera menegurnya.
“ Raka... Angga...!!”
Suara Reza menggelegar, mengalahkan derasnya arus. Objek langsung mencari sumber bunyi.
“ Bagaimana za?? Kalian sudah menemukan Reni?”
“ Alhamdulillah ka... Sebaiknya kamu cepat kesana, Firman sedang menggendongnya..”
Raka langsung berlari untuk menemui Reni. Memastikan ia masih benar-benar Reni, adiknya.
***
“ Adik.... Adik... Bangun. Alhamdulillah ya rabb, Engkau masih memberikannya untukku. Maafkan kaka, ya dik..” Raka memangku Reni yang berlumuran darah di tangannya, dan wajah yang habis pucat pasi.
***
“ Bunda.....bun..”
“ Iya sayang,,, adik sudah sadar nak...”
“ Kaka mana, Bunda??”
“ Sedang membeli makanan buat adik makan, sayang”
“ Bunda, Reni senang sekali... Reni sudah tahu.. berkat kaka”
Bunda hanya tersenyum haru, ia tahu benar maksud putrinya. Putrinya begitu kuat. Sedangkan Reni kembali tertidur. Dengan tetap tak melupakan sesuatu yang belum ia ketahui. “ Apa ikan di sungai itu banyak???”




Tasikmalaya, 27 september 2011



Ati nurrohmah
1105932

Komentar