MENJEMPUT BOLA PINGPONG

             Bola kecil berwarna oranye bercap tiga bintang menandakan pertandingan bergengsi dan resmi. Bola yang terbuat dari celluloid itu menggelinding dan berputar indah hanya menyisakan sudut tumpul di meja berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 274 cm, lebar 152,5 cm, dan tinggi 76 cm. Cepat dan jatuh tepat di ujung garis putih dan memantul lincah tak berarah. Tuk.. tuk.. tuk..bola jatuh ke lantai dan brugh ! seseorang ambrug mungkin lantai terlalu licin dipijaknya. “Arrgghhh....” Putri mengaduh sakit. Bukan karena sakit terjatuh. Juga bukan karena lantai licin, tapi seseorang disana mengepalkan tangan. Seseorang yang sangat ditakutinya, yang takut dibuatnya kecewa. *** 
 (Cerpen ini dibuat based of kecintaan penulis berlatih tenis meja. Menyenangkan! Mudah-mudahan menginspirasi!)
 “Asyiiikk! syukurlah masih bisa mendaftar” sorak Ana di depan meja registrasi. Aprilia kewalahan dengan dekapan gadis di sebelahnya, sambil sibuk menerima bon registrasidari petugas. “Oke! selamat bertanding de!” seorang panitia menyemangatinya, dan kontan saja dia mengacungkan jempolnya. Ah! gadis ini kiranya lebih tepat disebut “anak kecil”pikirnya kemudian. “Yuhhuu... seneng seneng seneng.. “ lagi-lagi Ana girang sendiri. “Yee.. jangan ribut mau maen aja dong, say! coba bidik apa yang mau kamu dapatkan dari permainan ini?” Aprilia mulai meluncurkan idenya membungkam gerak gerik bocah di sampingnya. “Err... iya juga ya, Piw! aku harus inget rumus-rumus dari pelatih kemarin.” Wajah Ana berubah seketika. Dibayangkannya kembali saat-saat latihan di H-2 banyak motivasi dari pelatihnya yang selalu menggugahnya untuk bermain dengan baik. “Oii.. sudah sudah.. difikirin amet sih kata-kata aku, nak! haha..”ucap Aprilia sambil membuka tasnya. “Lagian kita kesini kan tujuan awalnya bukan buat jadi pemenang, tapi having fun en cari pengalaman, jhe?” “Ohooo...iya Piw. Aku Cuma inget pesan kang Jenal, kau juga masih inget kan?” Aprilia mengangguk. Jari telunjuk mengapit telunjuk yang lain, setelah itu gantian jari-jari yang lain. Disusul dengan sikut ke sikut dan berakhir di tepukan telapak tangan yang menghasilkan suara nyaring.Bismillah! Itulah gerakan special mereka. Kemudian Ana mengeluarkan sebuah buku persegi bersampul hijau dari tas gendongnya yang berwarna hijau pula. fuiihh! Dibukanya coretan-coretan yang sama sekali membuat aprilia harus menguatkan otot-otot matanya. Tulisan itu berbunyi : “hal-hal penting ketika bermain: kenali posisi dan kelemahan lawan, jarak ke meja, kecepatan memainkan bola, posisi tubuh yang jongkok dan fleksibel untuk bergerak, pusat pandangan pada bola,pancing lawan dengan servent yang rendah, lancarkan smash sekuat tenaga” “An, coba lihat kesana! gadis itu tampaknya mahir banget ya mainnya..”Aprilia mengalihkan perhatiannya. “Wiisshh!! keren., emm... gitu yaa” Seorang gadis bertubuh altetik, rambut panjangnya diikat tinggal beberapa helai rambut memfoni di wajahnya, matanya bulat bak bola yang sedang ia permainkan,seakan sangat teliti melihat bola kesana-kemari.coooool....! “Bagus, putri! pertahankan itu! kamu harus menjadi juara!”Seorang laki bersorak bangga di samping area pertandingan. Tampaknya dia seorang pelatih atau ayahnya. Ada enam meja hijau di sekat dengan pembatas bercorak sponsor kegiatan. Dan kini masing-masing pemain berada di tempat yang telah disebutkan sie-acara kegiatan. Oh ya nama kegiatan ini DICKY CUP memperebutkan piala Gubernur. Lumayan bergengsi. “Anana Luvita bertanding dengan Putri Alensya. Segera bersiap di lapang nomor tiga!” tiba-tiba suara sang MC melengking di udara yang sangat terbatas di ruangan itu, bergulung naik turun dan lumpuh ditelan keramaian pengunjung. Sehingga yang disebutkan namanya tak menangakap pesannya jelas. “An, namamu disebut tuh barusan..oi!” sentak Aprilia mengagetkan Ana, hampir saja kacamatanya kesayangannya terjatuh.hufft..sorryy!! “Tenang.. tenang... kudu tenang! Bermainlah dengan baik! Baik eh baik eh eh..”Ana menutup bukunya dan mengulang-ulang pesan yang ia baca, tentunya itu catatan kecil kutipan pelatihnya. “Ee..h buru sana!” “Aku main sama siapa, Piw?” “Emm.. pit.. pita kalau ga salah..”jawab Aprilia ragu-ragu. Sambil menyiapkan kamera. “Wow siapakah dia? Ups, biarlah yang penting nona jangan lupa ambil foto termanisku nanti pas main biar diliat para pelatih. oke oke oke?” Ana mengacungkan bet friendship-nya serata kepalanya,kepalan tangan di dada dan di tambah sesungging senyuman yang penuh semangat. CKREK! “Pa, saya tanding dengan siapa?” “Ana ya? tuh Putri sudah menunggu di lapang tiga” jawab MC dengan lembut. “O..o.. oke pa”Ana bersegera menuju mejanya.deg.. deg.. deg..degdegdeg Wasit memeriksa bet kedua pemainnya. Dan diberikannya kepada kedua pemain untuk diperiksa. sampai keduanya mengangguk, bola pun dilempar ke tengah lapang. Pemanasan dimulai. Oh Tuhan, aku ga menyangka lawan mainku ternyata seorang Putri. Ah! terlalu beratkah ia untukku? hemm.. kata Pelatih, kalau mau main bagus, harus punya saingan yang bagus juga. Cintai persaingan. Bismillah!” Nafas Ana pelan-pelan diembuskan, mengambil posisi siap. Doanya menguap pelan tapi pasti, berkumpul dengan doa-doa lainnya. *** 
Hari ini tepatnya, hari yang harus ku buat tunduk pada perintah ayah. Bagaimana tidak? Sebulan sudah ayah melatihku tenis meja dengan berapi-api untuk persiapan ke medan ini. Entah apa sebabnya ia menginginkan akau jadi juara di pertandingan hari ini. Yang ku tahu tugasku adalah menjadi juara! seperti di pertandingan yang sudah-sudah. titik. Untung lawanku adalah orang yang jarang aku jumpai di klub-klub atau pertandingan-pertandingan sebelumnya, jadi ku rasa ini gak bakal terlalu sulit. win win win end be thw winner! ***
 “Tiga dua! ganti” wasit melemparkan bola ke arah Ana. kali ini giliran service-nya. Mengingat pantulan bola akan baik apabila djatuhkan dari ketinggian 30,5 cm yang kemudian akan menghasilkan ketinggian pantulan pertama antara 24-26 cm, maka Ana segera tancap gas semangatnya. Bola melesat cepat, merendah dengan sempurna. Putri sejenak termenung menunggu posisi bola di jatuhan ke dua. bola diterimanya baik dan segera beralih di meja Ana dengan posisi zig zag, cantik! “ Aaaaaah!” suara nan memekik. Plak! bola diterima kembali. “Pertandingan semakin memanas di meja tiga, para pemain menunjukkan kelihaiannya memainkan bola. Lihatlah skor yang didapat kian saling susul menyusul dua tiga dan ... tiga sama.. ayo para sponsor kedua pemain dukung terus keduanya!” Suara MC 1 menggema. Disusul teriakan para penonton yang semakin lama semakin membuncah meramaikan suasana perlombaan. Sementara itu, di sebrang lapang, seorang bapak-bapak bertubuh tinggi, dadanya lapang, tampak sekali ia mantan seorang olahragawan. Dia berdiri tegak, sorotan matanya tajam mengarah pada pemain di lapang tiga, yang dipuji-puji MC. Sesekali ia berdesis dalam geramnya,penuh harap. Lakukanlah yang terbaik! Untuk dirimu, Putri! *** 
CKREK! CKREK! CKREK! Berkali-kali Aprilia memutarkan kameranya, membidik sasaran dengan sempurna. Ia hampir saja menabrak seseorang. Dan tampaknya sangat mengganggu konsentrasinya. “Upss.. sorry, pa! gak sengaja, hee..” Aprilia memelas. Rasa takut berbaur dengan penasaran seketika. kenapa bapak-bapak ini menggeram sendiri,wuhhhuu...tampaknya ia sedang berkomat-kamit, eh! ngancem-ngancem gitu. “Maaf ya pa.. maaf” sekali lagi ia meminta maaf. Karena sejak tadi, orang di hadapannya hanya melototinya tanpa suara, bahkan geramannya yang tadi pun berhenti. “Apa kau... teman anak berjilbab itu?” tanyanya kemudian, sambil menunjuk ke arah Ana. “Oh.. iya pa, kenalkan aku Aprilia dan .. dia bernama Ana..” tanpa diminta Aprilia dengan senang hati berbagi informasi. Harap-harap mau ngasi duit? “..Err.. kami dari universi..”tiba-tiba Aprilia urung melanjutkan pembicaraannya. Orang di hadapannya tampak mencibirnya, mungkin sedari tadi. kenapa sih? “Oh. Rupanya, bagi kalian ini adalah ajang pemotretan? atau sekedar permainan?” Orang itu akhirnya berontak dari diamnya. Aprila masih menyisakan sedikit penasaran. “Buat apa kalian kesini jika tidak untuk serius bertanding? apakah tidak sayang dengan waktu kalian?” Aprilia yang sedari tadi manyun segera berkomentar. yess! ini saatnya!. “Maaf, pa. kami memang sengaja kesini untuk menikmati pertandingan. Kami siap kalah, tapi jikalau menang, ya alhamdulillah. Kami berusaha semaksimal yang kami bisa, adapun hasilnya kami serahkan kepada Allah. Toh, dia yang menentukan, kami ambil happy nya aja. Tapi satu yang bapak harus tahu, kami bukan robot yang tidak tahu sense or feeling behind the event..” Papar Aprilia dengan santai, seperti sedang mempresentasikan sebuah materi perkuliahan.oallaa... “Oh, begitu rupanya.”Lawan bicara Aprilia, tampak sedang mengukir perkataan gadis di depannya. “Sebagaimana seni. Tenis meja bagi kami bukan hanya tekhnik memainkan bola tapi suatu keindahan yang patut dinikmati.Dan tahukah bapak, disana ada cinta. Tidakkah bapak melihat cinta ketika memainkannya? Cinta bola pingpong.. ups!” Perbincangan yang sedikit menegangkan kemudian di akhiri dengan senyuman. Aprilia pamit untuk melanjutkan tugas, pemotretan. *** 
Wasit memberikan isyarat istirahat. Kedudukan sementara sama, 2-2. Kedua pemain mengambil minum dan meremas-remaskan tangan dan kakinya, bersiap untuk satu babak terakhir. Tek tek tek Kedua pemain telah siap kembali di posisinya. Serangan serve sangat menentukan jalan permainan. Dengan serve yang baik yang tidak bisa ditahan lawan, dua skor akan dengan mudah masuk. Dan itu yang menjdai keunggulan Ana bertanding. Ia mampu memaksimalkan serve nya, dua skor masuk dengan instan. Serangan demi serangan semakin memanas. Seiring dengan waktu, keduanya kian memahami arti dari gerakan, tatapan dan posisi lawannya. Olehkarena itu, semakin sulit pula bola out dari lapangan. Plak plak plak plak...plak Bola terus ditembakkan dan diterima kembali sang lawan. Tak kenal lelah. Subhanalloh.. permainan ini menyenangkan sekali. Andai saja para pelatih lihat gayaku ini, yuhhhuu.. Mereka tentu senang sekali atau mungkin ada yang berani neraktir mie ayam, hihii.. gadis ini memang tangguh aku harus berterimakasih. harus. emm... dengan apa ya? 
 ah ..Ana Ko serasa ada yang aneh ya? anak ini ko senyum terus. dari tadi ga ketauan kalau dia tegang atau takut kalah. Dan aku pun, ngerasa aneh dengan permainanku. Baru kali ini aku enjoy banget dengan Bat ku. ahh.. apa mungkin ini trik dia buat ngalahin aku? jangan-jangan dia udah pernah juara kemanaa gitu? wahh.. tidak! atau ada yang salahkah dengan aku? oh tidak aku baik-baik saja. Tidak! dia tidak bisa melawan pertahananku. Dia harus kalah! Putri. Tiba-tiba bola melambung tinggi, berputar dan melaju ke arah Putri. Ana mulai kelelahan. ia merasa sudah cukup mendapatkan kepuasannya. *** 
“Makasih ya!” suara lembut segera membangunkannya dari lamunan. Gadis berkerudung biru mengulurkan tangan ke arahnya. Putri sekali lagi tak mengerti dengannya. Dia kemudian menerima dan berjabat tangan dengannya. “Terimakasih ..untuk apa maksudnya?” suara yang penuh tanya. “Terimakasih buat permainanmu yang bagus” jawab Ana dengan penuh semangat. Permainan? bukannya tadi kita sedang bertanding? Putri tertegun. Ditatapnya saingan anehnya lekat. 
Lima menit yang lalu Ana sampai khawatir dengan gadis lawan mainnya yang tiba-tiba pingsan setelah meloloskan serangan balik feed back yang melesat ke arahnya. “Oh ya, boleh aku tanya?“ Ana mengalihkan pembicaraan. “Em, boleh. Apa?” Jawab Putri penasaran. “Apa yang kamu rasakan ketika bermain tenis meja?” “Aku tak pernah bermain-main. Aku selalu serius demi menjadi juara. Aku gak pernah setengah-setengah dalam satu pertandingan pun.”tegas Putri dengan mantapnya. “Pernah gak menang dalam lomba?” “Hah? kalah maksudnya? pernah sekali. Dan itu pukulan lluar biasa buatku terus latihan karena ayahku juga sangat terpukul ketika aku kalah.” “Oke, semangatmu luar biasa. Dan berbeda sekali denganku.” Ana memulai trik nya. “Apa maksudmu? apakah kamu tidak pernah menjadi juara tenis meja? atau tidak pernah mau serius bertanding seperti tadi?” tanya Putri tak sabar. “Em.. mungkin kamu lupa satu hal. Bukan kejuaraan yang terpenting, tapi your feeling. Padahal permainan itu mengasyikkan, sobat! ketahuilah, Ada cinta di setiap ketukan bola pingpong yang kita mainkan. Pernahkah kau menemukannya? ketukan yang sama hakikatnya dengan ketukan di dadamu. Siapa yang menciptakannya, hakikatnya sama. Pernahkah kau mengingatinya ketika memainkan ketukan-ketukan bola pingpong?” Ucap Ana sambil mengingat-ingat nasihat dari pelatihnya.aduh laganya sok dewasa banget! haha. Putri terdiam. Apa yang dikatakan Ana menyeruak ke dadanya, menembus segala emosinya. ”Terimakasih, aku salut padamu!” putri mengangkat kepalan tangannya. Disambut kepalan tangan Ana. dan kemudian saling merangkul. “Mari mainkan cinta kita di sini. Gak sembarang orang bisa merasakannya kan? hehee..”ucap Ana.
 “Heeeeii.... rupanya kalian disini yah? aku cari-cari dari tadi” Aprilia geram.Membuat kaget semua orang di sekitar. Memang dari tadi ia keliling-keliling di lokasi pertandingan mencari sahabatnya yang tiba-tiba hilang dari lapangan. “Oouuuhh..nona.. sorry. hehee.. be-te-we, how is your work? have you done it well?” Jawab Ana mengalihkan pembicaraan. Sementara Aprilia masih belum menerima ucapan maafnya. “Err.. hey! maaf, tadi aku jatuh pas main. Ana memapahku kesini. Tempat lain penuh jadi aku ga bisa selonjoran.” Putri membela. “Oh! kamu... emm.. maafin aku udah su’udzan..” Aprilia kini tahu permasalahan.
 “Ehem... Putri!”Suara yang terdengar berat tiba-tiba mengagetkan kerumunan tiga gadis tersebut. “Eh.. aya.. eh!” Putri jadi salah tingkah. perasaannya campur aduk. “Tenang saja nak. Ayah ga akan marahin kamu lagi. Ayah senang melihat permainanmu tadi. Terimakasih!” Orang itu tersenyum penuh makna. “Ayah...” Putri merangkul ayah sekaligus pelatihnya itu. Isak tangis yang membuka semua rahasia membuncah. Bulir air mata mengalir di pipi keduanya. oh ayah! 
Cerpen ini juara II Gelora Aksara 2012 

Komentar