BERIKAN AKU SEBUAH BELATI UNTUK BUNUH DIRI!

Hari ini aku seperti melayang, berjalan tak berpijak. Ada apa? Aku tak menemukan tempat. Sepagi ini, tangisanlah tempatku sendirian. Sepagi ini kutemukan misteri sendiri, sepagi ini aku racuni mentari dan karunia yang indah lainnya. Aku tak mampu menerjemahkan kata: indah, damai, dan bahagia, dalam rasa. Karena rupanya rasaku adalah hambar. Sepagi ini kutemukan percampurbauran antara masa lalu dan masa kini dalam hidupku.

Monster, ia menemukan kekuatannya lagi untuk menghancurkanku yang demikian kecil yang sebentar lagi mengerdil. Sementara ia tumbuh menjadi besar sebesar ketakutanku yang mengerdilkanku setelah kemunculannya.
Bagaimana aku melawannya? Aku terlalu cemas, setelah harapan yang terlalu indah, agung, dan berkilau, menyilaukan pandangan mataku. Ya, karena apa? Karena aku telah bersusah payah mengubur monster itu, dulu. Menimbunnya dengan rasa syukur dan sabar, dan dengan ulet. Sampai aku bisa dengan berani menanam keyakinan baruku akan adanya harapan.

Tapi hari ini, sepagi ini, monster itu hidup lagi. Mencengkeramku sampai ke nadi, ke ulu hati. Sesak dan perih sekali. Apakah dia mau aku mati? Atau mau mainkan drama tragedi. Baiklah, akan kupanggil akal dan hati untuk berdiskusi, sebelum saraf benar-benar mati, dan hati terkunci di peti.

Sebenarnya, manakah yang lebih kuat antara dia (si monster), atau ketakutanku sendiri? Jika memang monster itu kuat, apakah dia tidak punya penangkal, padahal dia bukan Tuhan? Jika ketakutan itu yang lebih kuat menancap didiriku, membawa setiap akar syarafku dari rasa damai, indah, dan bahagia, lantas bagaimana aku bisa membunuhnya? Baiklah, Berikan aku sebuah belati untuk bunuh diri!

Tapi... kemarilah, wahai hati berbaiklah, akal bekerjalah optimal! Aku di sini sebagai tuanmu. Janganlah berani membunuhku, tapi bunuhlah rasa takutku agar monster itu tak berfungsi lagi. Kau mengerti? Bunuhlah ketakutanku yang selalu menjadi-jadi dan tak terkendali! Aku yakin, kalian bisa melakukan itu, jalankan fungsi kalian dengan baik. Mengertilah! Ya? Dan biarkan dia, monster itu, menjadi badut gendut atau jadikah ia lampion, atau alarm, agar aku berhati-hati.

*merenung* :D

Komentar