CERITA DI BALIK CATUR (1)

CATUR? 
Yang pertama terpikirkan ketika mendengar kata itu adalah warna hitam dan putih, dan dua pasukan kerajaan yang siap bertempur. Tak lupa membawa misi untuk mencuri dan membunuh sang raja. Permainan perang strategi!

Ada beberapa hal yang membuatku penasaran atas permainan ini diantaranya adalah berangakat dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 
a. Bagaimana cara pertama yang efektif dalam membukakan benteng untuk memulai perang?
b. Manakah yang harus diutamakan antara pembunuhan bala tentara raja dulu atau berfokus pada raja?
c. Bagaimana membentuk pertahanan yang kuat di benteng sendiri?
d. Serta bagaimana jika benteng pertahanan lawan sangat kuat?
e. Bagaimana agar bisa cepat dan segera dalam melangkahkan pasukan dan menempas setiap serangan? 

Ya, sedikitnya demikianlah yang tertangkap dalam imajinasiku ketika melihat permainan catur oleh para orang tua di depan kosan. 
Menurutku kemudian, bermain catur adalah bermain strategi, ketelitian, dan kecepattanggapan atau keterampilan motoric. Mengasyikkan sekali melihat kedua pemain berkonsentrasi penuh memainkan mata dan (mungkin) mengimajinasikan kekuasaannya memberi hidup pada actor-aktor di atas papan caturnya. 
foto googling


Setelah aku merasa asyik, kuyakin aku mulai menyukai permainan ini. Penasaran, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tadi. Alhasil, mereka melatihku dengan learning by doing. Wow! 

Pelatihku kira-kira berusia 60-an. Berkacamata tebal, kepalanya penuh dengan uban yang ditutupinya dengan kopiah haji (kopiah warna putih). Mirip sekali dengan kakekku, hanya saja kakekku tidak pandai bermain catur. Beliau sangat ramah dan sabar dalam melatihku, termasuk terus menertawakan ulahku yang ragu-ragu bertindak dan lemot. Biasanya beliau bilang: “kamanten atuh kamanten neng teh?” sambil tersenyum. Dan jika sudah ada peringatan begitu, aku pun akan berfikir untuk menarik kembali pasukan yang telah kujalankan. 

Ya, keseringan kesalahannya adalah karena pergerakan yang kumandori adalah tanpa dasar tujuan yang jelas atau fungsi yang kuat. Jadi katanya: “buat apa melakukan hal yanggak ada tujuannya, ujung-ujungnya pasti kena bencana!” katanya sambil kemudian mencuri rajaku. 

Tuh kan! Kalah lagi, gara-gara gak konsentrasi. Untuk hidupku pun kuajukan pertanyaan yang sama: “Sebenarnya apa sih tujuan hidupku? Dan apa manfaat aku bergerak seperti ini dan itu?” 

Rasanya aku kembali diingatkan kepada Tuhan. Allahku.. Astaghfirullahal adzim.. untuk segala kesia-siaan perilakuku yang melupa nilai ibadah kepadaMu, mohon Engkau sudi mengampuninya.. Wahai Dzat Yang Maha Pengampun Yang Merahmati umatNya..

Suka Hurip, Cikalang, Kota Tasikmalaya. 2014

Komentar