CERITA DI BALIK CATUR (2)

Pak tua masih yang masih bermata jeli itu sedang memelototi bidakku. Lagi-lagi, sepertinya aku salah melangkah. 
Tapi aku bertenang saja, mulai berani setelah hari kemarin dipujinya. Eh kamu tahu pujiannya padaku apa? Beliau bilang: “ayeuna mah lumayan tah neng, rada ngarti nya?” Walaupun baru sedikit, lama-lama kan jadi bukti. Eh bukit! hatiku girang. 
Maklum baru beberapa terakhir ini aku kembali memainkan 32 bidak catur ini. Inipun – jika ada yang berminat cari tahu – tidak lain karena ada paksaan dari sesuatu! (HEHE :D). 

animasi googling :D
Si pion kugerakkan untuk menakuti gajah di seberangnya. Kurasa ini tidak terlalu konyol karena jika pionku dilahap gajah, aku telah siap menggerakkan kuda untuk kembali melahapnya. 
Yes! Ini adegan yang paling kusuka, musuh masuki jebakanku. Dari strategi ini aku berhasil mengumpulkan dua gajah, satu kuda, empat pion. 

 Pak tua tidak banyak komentar. Ia masih terpaut pada papan. Perlahan tapi pasti, aku pasti segera menemui mati! Lihatlah kerlingannya. Padahal aku baru sibuk memikirkan strategi berikutnya. 

Oh ya, strategi yang kumaksudkan tidak lain adalah tahapan pergerakan bidak. Ini dia (Rahasia yaa, jangan bilang pak tua! :D):
 pergerakan kuda sebelum gajah, gajah sebelum benteng, pergerakan rokade, dan pergerakan menteri. 
Dan tidak lain tujuannya adalah menghindarkan rajaku dari berhadapan langsung dari musuh. 

Uh, pak tua punya cara mematikan yang lebih ampuh. Dari awal dia hanya begitu focus menggerakkan bidak menteri. Bidak rajaku tersembunyi diantara kuda di sisi depan petak (hitam), benteng di sisi kiri (hitam), dan gajah hitam tetap di tempatnya, dan masih ada tiga pion lagi yang bertahan di tempat asalnya. Sementara mentri dan bidak lainnya tersebar jauh di wilayah lawan. Tiba-tiba, menteri musuh berada di garis putih mendiagonal sebelah kanan yang melompong langsung mengancam raja. Skak mat! Hendak kupindahkan kuda untuk menghalanginya. 

Tapi pak tua tertawa. Tetap Skak mat! Di garis lurus dari tempat kudaku, benteng musuh telah siap sedia. Yang kubayangkan benteng gendut itu tertawa dengan bunyi: huaa haa haa haa menggelegar. 
Dan si mentri itu dengan mata sinisnya berkata: mau lari kemana kau? Jiaaaaat. 

Ya, aku kalah lagi. 
Dan harus berlatih lagi, lagi, lagi dan lagi. Nasihat Pak Tua setelah itu adalah sebagai berikut: 
Sekali lagi, menlangkah itu harus punya tujuan. Memakan atau dimakan ada dua judulnya: menjaga kehormatan dan atau memeroleh kemenangan. 
Masa pion makan gajah? Bukan gak boleh, tapi gak sopan dan keterlaluan.”  hahaa. Aku berfikir lagi dan …. Bersemangat lagi! hehehe


masih di Cikalang, Maret 2014

Komentar