Ramadhan Berlalu: Selamat Datang Tantangan Baru

Ati Nurrohmah
Ramadhan berlalu. Kenangan indah di dalamnya masih tersimpan hangat, belum membeku. Suasana pagi, siang, dan malam di bulan ini bergema dengan keramaian sambutan setiap orang yang menyambutnya, baik anak-anak, remaja, dewasa, para pedagang, para muballigh, bahkan para pemain sandiwara dan segala aksi di layar televisi. 

Pada bulan ini, semua orang merasa bahagia saat berbuka seraya mengharapkan pahala puasanya. Beramal shalih pun semakin terpacu, khususnya karena banyaknya seruan di sana-sini. Muncullah istilah “bukber”, buka bersama sanak family, para sahabat, atau bahkan bersama anak yatim, ajang baksos seperti sebar takjil gratis, buka dan sahur gratis, santunan kepada fakir miskin, acara gema/gebyar Ramadhan yang mengusung misi syiar islam, dan tentu saja tak lupa, ada pula diskon-diskon dan promo belanja di hampir setiap swalayan. Seakan semua kegiatan tersebut selalu menjadi match moment di bulan ini. Alhasil, bulan ini selalu terlihat menjadi bulan yang paling sibuk. Dengan begitu pula, ini merupakan salah satu bukti bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, bagi siapa saja. 

Ilustrasi dari Google
Namun, bulan Ramadhan, sebagaimana waktu yang lainnya, pasti sampai pada penghujungnya dan berganti dengan bulan lainnya. Alangkah sedihnya jika lagi-lagi diberitakan: anak sekolah keracunan gara-gara jajan sembarangan, para remaja bertawuran, penyimpangan sosial pun merebak dan perlahan merobek gendang telinga (yang sebenarnya tak lagi ingin mendengar itu). Orang dewasa kembali disibukkan dengan pekerjaannya, para pemain sandiwara di TV kembali memakai pakaian lamanya, anak yatim kembali kesepian, para penjual kembali menaikkan harga barangnya. Maka, kembalilah kita berandai jika Ramadhan diperpanjang. Baiklah, mari berandai, jika kegiatan positif tadi bukan hanya budaya match moment Ramadhan saja? Di mana, kita terus berlatih dan berlomba dalam kebaikan tanpa melihat “bulan” apa tapi “apa” kegiatan itu sendiri. Dengan begitu, tentu saja, petunjuk dari agama yang sempurna inilah yang paling cocok membangun peradaban yang kita butuhkan, yang nyaman dan aman. Bulan Ramadhan ini telah membuktikannya, bulan ini telah mengajarkannya. 

Di bulan ini dengan segala ketaatan atas perintah dari Rabbina Alloh, kita telah dilatih untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita. Dari mulai menahan lapar, haus, dan hawa nafsu, membiasakan shalat tepat waktu ditambah shalat sunnah, menggemari membaca Al-Quran, menyenangi menonton atau menghadiri kajian agama/pengajian, berbagi rejeki, saling bertegur sapa, saling menyayangi, dan berdisiplin (dengan sahur dan berbuka pada waktunya), kita telah banyak dilatih menjadi pribadi yang ideal dengan karakter unggul. Sayang sekali bukan jika hasil latihan tersebut lenyap hanya karena beda “wadah” nya atau bulannya? Karena itu, sebelas bulan yang akan datang, adalah tantangan bagi siapa saja untuk membuktikan apakah dia masih menjadi pemenang (untuk dirinya sendiri) ataukah sebaliknya. Balasan yang indah hanyalah bagi orang-orang yang bertaqwa. Allohul muwafiq.
Danbo dari Google


[Pernah dipublish di buletin mesjid Agung Kota Tasikmalaya, Penghujung Ramadhan 1436 H]