Ramadhan Menjauh: Semangatmu Jangan Berhenti Mengayuh

Ati Nurrohmah 

YA, bulan suci Ramadhan kini telah ada di penghujungnya. Bulan penuh rahmat dan keberkahan sebentar lagi pergi meninggalkan kita dan tak meninggalkan janji untuk dapat kita jumpai. Perpisahan ini senantiasa menjadi duka bagi yang merasa tak sempurna penuhi kesempatan di dalamnya. Kepergiannya menjadi teramat pilu bagi mereka yang tahu bahwa kesempatan berjumpa Ramadhan berikutnya: siapa tahu dan sungguh tak tentu. Rasa penyesalan dalam soal pemanfaatan waktu, malu karena tak kunjung mampu meningkatkan amalan shalih, dan tahu diri – tak mampu tentukan bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan, seyogyanya menjadi titik yang membantu kita membuat rangkaian strategi baru. Strategi agar penyesalan itu tak berbunga sesal, cela, kecewa, bahkan siksa dari Yang Maha Kuasa melakukannya. 

Jika di bulan Ramadhan ada cela karena menyianyiakan waktu, maka di sebelas bulan berikutnya adalah saatnya membelajarkan diri menghargai tiap waktu dan kesempatan. Kita tahu bahwa “waktu bagaikan pedang, jika kita tak bisa menggunakannya maka ia akan menebas kita!”. Karena itu, janganlah sampai waktu spesial di bulan Ramadhan yang habis dan menyisakan penyesalan, diikuti penyesalan dan penyesalan lagi di bulan berikutnya. Sungguh, jika waktu terus-terusan hanya menyisakan catatan yang buruk, maka jelas sudah, jalan mana yang ditempuh. Kerugian! Kecelakaan! Iyadzan Billah.  

Jika di bulan Ramadhan menemukan cela karena beramal tak sepenuhnya, alias hanya terbawa suasana atau rasa malu yang semu, maka di sebelas bulan berikutnya masihkah diri ini akan bertopeng itu? Tidak! Sungguh, bukankah setiap orang akan dimintai pertanggung jawabannya masing-masing? Maka, janganlah lagi kita celakai diri dengan salah menempuh jalan di sejak pijakan pertama. Niat. Ayo bukakan mata dan lihatlah kenyataan, resapi kesempatan hidup, karena ini bukan lagi soal suasana, tapi ini adalah perjalanan sesungguhnya yang akan menentukan titik pemberhentian kita yang terbagi dua: celaka atau bahagia. Tidak ada orang lain yang turut menanggung resiko perbuatan kita meski hanya tinggal setengahnya lagi. Karena itu, mari lakukan sepenuhnya, sepenuhnya untuk beramal baik. Jangan sisakan tempat untuk beramal sebaliknya. Tidak ada sesuatu yang berbeda tapi sejalan! Karenanya, tidaklah sama antara orang yang beruntung dan orang yang celaka. Karena itu, kayuh langkahmu di satu jalan terbaik dengan memohon petunjuk-Nya, Yang Maha Pemaaf dan Yang Maha Mencintai. 

Akhirnya, sungguh kita akan benar-benar merindukan bulan Ramadhan yang kita di dalamnya telah siap dan mampu beramal baik sepenuhnya lillaah. Alangkah terpuji, jika “saling mengingatkan dalam kebaikan” menjadi budaya di antara kita yang lemah, yang bersemangat untuk berubah lebih baik, dan yang menginginkan akhir dan hasil yang baik. Mari. Hadaanallohu. Aamiin.

[pernah diterbitkan di buletin Mesjid Agung Kota Tasikmalaya, @Penghujung Ramadhan 1436 H]